* Untuk Honor Staf dan Operasi Kantor
BANDA ACEH - Bantuan dana dari pemerintah kepada partai politik yang memiliki kursi di lembaga legislatif (DPRA dan DPRK) di Aceh, banyak diselewengkan untuk pembayaran honor staf, pengurus partai, dan biaya operasi kantor. Padahal, berdasarkan Permendagri Nomor 26 tahun 2013, sebesar 60 persen dari total bantuan yang diterima parpol diperuntukan bagi peningkatan pendidikan politik bagi masyarakat.
Informasi ini terungkap dalam diskusi publik tentang "Transparansi dan Akuntabilitas Keuangan Partai Politik, Fakta dan Upaya Memperbaikinya", yang dilaksanakan Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) bekerja sama dengan Indonesia Corruption Watc (ICW), di Kantor MaTA, Banda Aceh, Senin (10/3).
Aktivis MaTA, Abdullah mengatakan, hasil konfirmasi pihaknya mengenai audit dana bantuan parpol kepada pihak BPK Perwakilan Aceh, menujukkan bahwa penggunaan dana bantuan parpol lebih banyak digunakan untuk pembayaran honor staf dan biaya kantor. Sedangkan untuk peningkatan pendidikan politik kader partai dan masyarakat sekitar 20-40 persen.
"Ini artinya parpol penerima dana bantuan, tidak amanah dan menyelewengkan sebagian dana bantuan parpol tersebut, bukan seperti yang telah diatur dalam Permendagri pasal 22, Nomor 26 tahun 2013," tukas Abdullah.
Kepala Badan Kesbangpol Linmas Aceh, Drs Nasir Zalba yang diwakili Kepala Bidang Politik Pemerintahan Masfirah SH memaparkan, jumlah bantuan dana parpol yang disalurkan kepada 11 parpai politik yang memiliki kursi di DPRA setiap tahunnya senilai Rp 1,377 miliar.
Bantuan dana parpol itu, menurut Permendagri Nomor 26 tahun 2013, pasal 22, digunakan sebagai dana penunjang kegiatan politik dan operasional sekretariat kantor partai politik. Sebesar 60 persen dari nilai bantuan yang diterima setiap tahunnya oleh parpol, digunakan untuk pendidikan politik kader partai dan masyarakat.
Masfirah menyebutkan, materi dari pendidikan politik yang harus diajarkan kepada kader partai dan masyarakat, adalah pendalaman 4 pilar berbangsa dan bernegara yaitu Pancasila, UUD 1945, Bhineka Tunggal Ika, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kemudian, pemahaman mengenai hak-hak dan kewajiban warga negara Indonesia dalam membangun etika dan budaya politik, dan pengkaderan anggota partai politik secara berjenjang dan berkelanjutan.
Utusan dari PKPI Amiruddin Daroy mengatakan, bantuan untuk PKPI yang hanya berjumlah Rp 31.853.000 per tahun bahkan tidak cukup untuk membayar sewa kantor. Dengan dana yang sangat minim ini membuat PKPI tidak maksimal dalam memberikan pendidikan politik maksimal bagi kader dan masyarakat. Karenanya, ia berharap ke depan pemerintah bisa mengalokasikan dana khusus untuk keperluan kegiatan pendidikan politik ini, di luar dana bantuan untuk parpol.
Sementara Sabri Badrudin yang mewakili Partai Golkar mengatakan, jumlah dana bantuan yang diperoleh partainya sebesarnya Rp 109,893 juta/tahun hanya cukup untuk membiayai sewa dan operasional kantor. Meski demikian, kata Sabri, Partai Golkar tetap melaksanakan peningkatan pendidikan politik bagi kader partai dan masyarakat. "Kalaupun tidak cukup, kita gunakan dana iuran anggota legislatif yang mendapat kursi di legislatif," ujarnya.
Data Badan Kesbangpol Linmas Aceh menujukkan, dari 11 partai politik yang menerima dana bantuan parpol dari Pemerintah Aceh pada tahun 2013, baru enam parpol yang sudah melaporkan pertanggungjawaban penggunaan dana parpolnya. Yaitu, Partai Golkar, Partai Demokrat, PPP, PKS, PDA, dan PKPI.
Sedangkan lima parpol lainnya, yaitu Partai Aceh, PBB, PAN, Patriot, dan PKB, hingga Senin (10/3) kemarin, belum menyerahkan lapokan pertanggungjawaban penggunaan dana parpolnya.
Kepala Bidang Politik Pemerintahan Masfirah SH dalam diskusi di kantor Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA), Senin (10/3) kemarin mengatakan, menurut Permendagri Nomor 26 tahun 2013, penyerahan laporan pertanggungjawaban dana bantuan parpol itu harus sudah dilakukan satu bulan setelah berkahirnya tahun anggaran. Itu artinya, bantuan parpol tahun 2013, harus dipertanggungjawabkan paling lambat 31 Januari 2014.(her)