SUBULUSSALAM - "Pejabat korup yang tidak peduli dengan rakyatnya harus minggir dari negeri ini!" Putri Arifa meneriakkan kalimat itu saat menjadi pensyarah mewakili kafilah Aceh Barat Daya (Abdya) dalam lomba Syarhil Quran Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ) Ke-31 Aceh yang berlangsung di Lapangan Beringin, Kota Subulussalam, Selasa (25/6) malam.
Tampil bersama dua rekannya (Ulfa Maylisa dan Aulia Rahmah, masing-masing sebagai pembaca tilawah dan sari tilawah), Putri yang masih remaja mengulas materi tentang "Zakat, Solusi Pemberantasan Kemiskinan".
Menurut Putri, zakat yang seharusnya merupakan kekuatan dahsyat bagi umat Islam untuk menuju kesejahteraan umat, tidak tergarap optimal. Andai potensi ekonomi umat ini tergarap optimal, karena penduduk negeri yang mayoritas muslim ini memiliki kesadaran berzakat yang tinggi, maka tidak mustahil bangsa ini akan jaya.
Jika semua umat muslim menunaikan zakat dan dikelola serta disalurkan secara benar, maka Indonesia akan menjadi negara makmur yang baldatun thayibatun warabbun ghafur (negeri yang subur, makmur, adil, dan aman). Cuma ia ingatkan, apa pun potensi ekonomi umat, seperti zakat, infak, dan sedekah, jangan pula dikorup. Amil zakat harus jujur dan amanah, demikian pejabat publik lainnya.
Sejumlah regu syarhil Quran yang terdiri atas tiga orang, Selasa malam, tampil memukau. Sebagian pensyarah menyindir para pejabat di Indonesia, termasuk di Aceh, yang masih kerap melakukan tindak pidana korupsi, sehingga membuat rakyat makin sengsara.
Selain regu Abdya, pensyarah dari Aceh Timur juga bersuara sama. Malah mereka secara tegas meminta pemimpin Aceh agar bisa memperbaiki karakternya.
Pemimpin, menurut pensyarah dari Aceh Timur, juga harus mempunyai visi hidup terarah serta menjadikan Alquran sebagai solusi untuk menghadapi berbagai problema kehidupan.
Sedangkan kafilah Aceh Besar mengupas tentang Islam dan Keragaman dalam Kehidupan Rakyat Indonesia. Menurutnya, keragaman suku, bahasa, budaya yang dimiliki Indonesia kalau ditata kelola dengan baik, maka dapat menjadi kekuatan. Islam merupakan agama rahmatan lil'alamin. "Penuduk muslim, mari amalkan ajaran kita dengan baik. Sedangkan kepada nonmuslim tunjukkan toleransi sebagai sebuah bangsa agar Indonesia tetap kokoh," katanya.
Tim Syarhil Quran Aceh Selatan mengajak pemuda menyingsingkan lengan baju bekerja keras memajukan bangsa. Islam, sebutnya, sangat membutuhkan pemuda visioner, kuat dan mantap pemikirannya. Sedangkan kafilah Langsa menjelaskan bahwa membangun kepribadian tanpa agama tidak akan benar. Pensyarah dari kota penghasil terasi dan kecap ini juga mengajak umat Islam menanamkan nilai-nilai qurani dalam dirinya. Yakni, menjadi umat Islam di Indonesia yang kuat dan bermartabat, dengan terus menciptakan generasi qurani.
Dalam menyampaikan materi, tim syarhil Quran mengutip ayat-ayat Quran, hadis, serta pendapat sarjana Islam untuk memperkuat argumen sekaligus dakwah bil lisan-nya. Salah satunya yang mereka rujuk adalah pendapat Profesor Qurais Syihab.
Selain syarahan yang menarik dan komunikatif, lengkingan suara qiraah juga terdengar merdu dan mendayu di Lapangan Beringin Subulussalam. Sang pembaca sari tilawah pun dengan khusyuk mengartikan setiap ayat yang dilantunkan sang qariah. Setelahnya, penceramah tanpa hambatan berarti menyampaikan isi ceramahnya dengan lancar dan lugas.
Tidak hanya rombongan kafilah, semua undangan yang berada di lapangan turut mendengarkan alunan ayat yang dibacakan oleh peserta dengan khidmat dan tenang.
Dalam syarhil tersebut, peserta dari Aceh Besar mengangkat tema "Islam dan Keragaman dalam Kehidupan Rakyat Indonesia", sedangkan grup dari Kota Langsa mengusung tema "Membangun Kepribadian Bangsa Berprespektif Alquran".
Sementara regu Aceh Selatan pada ajang keagamaan akbar dua tahunan ini penuh percaya diri memaparkan tentang "Pemuda dan Pembangunan Masa Depan Bangsa", sehingga mampu "membius" para hadirin yang menyaksikan babak penyisihan syarhil Quran tersebut.
Syarhil Quran yang merupakan salah satu cabang dari perlombaan MTQ, dilakoni secara berkelompok (terdiri atas tiga orang per regu). Bentuk perlombaannya hampir mirip seperti lomba ceramah. Bedanya, penyampaian materi langsung disampaikan oleh qari dan pembaca sari tilawah, bukan oleh penceramah. (kh/c39)