RTA Bantah Peran Ulama Aceh Makin Berkurang

Written By Unknown on Minggu, 19 Oktober 2014 | 16.24

BANDA ACEH – Pokok-pokok pikiran yang disampaikan Guru Besar Antropologi Universitas Gajah Mada (UGM), Prof Dr Irwan Abdullah PhD pada Seminar On Islamic Teachings: Dialogue, Peace And Conflict Resolution di Hotel Hermes Palace, Banda Aceh yang antara lain menyebutkan peran ulama Aceh makin berkurang dibantah oleh Wakil Sekjen Rabithah Thaliban Aceh (RTA), Teuku Zulkhairi.

"Kami menilai kesimpulan itu terlalu terburu-buru, tidak berdasarkan data terukur dan analisa mendalam. Di mata RTA, fakta di lapangan selama ini peran ulama masih begitu besar dan dinamis," tandas Zulkhairi dalam siaran pers-nya yang diterima Serambi, Sabtu (18/10).

Menurut Zulkhairi, ulama Aceh selalu saja terlibat dalam menyelesaikan hampir setiap persoalan mendasar pada tataran masyarakat paling bawah yang tidak mampu diselesaikan pihak lain. Begitu juga halnya dengan ikut terlibat aktif dalam mempengaruhi kebijakan pemerintah agar prorakyat dan bersyariat. "Hanya saja, sisi kurang dari eksistensi para ulama Aceh adalah karena tidak terekspos," tulis siaran pers tersebut.

Menurut Zulkhairi, kurangnya publikasi menyebabkan tidak banyak pihak yang melihat kerja ulama dalam mewujudkan perubahan dalam masyarakat dan pemerintahan. Para ulama lebih banyak bekerja secara sunyi (diam-diam) karena memang mereka bekerja secara ikhlas. Adapun peran besar ulama Aceh selama ini dilakukan baik secara pribadi maupun melalui organisasi.

"Secara organisasi, para ulama Aceh dewasa ini kita lihat selalu mempengaruhi kebijakan-kebijakan pemerintah lewat fatwa-fatwa MPU yang menyentuh berbagai bidang kehidupan. Mulai persoalan akidah, ekonomi, kepemimpinan, sampai persoalan pencegahan korupsi. Tidak jarang kita juga mendengar kritikan-kritikan konstruktif ulama kepada pemerintah agar penguasa senantiasa berada di jalan yang lurus. Walaupun tidak semua kritikan dan fatwa ulama didengar pemerintah Aceh," paparnya.

Juga dipaparkan, jika hari ini pemerintahan yang baik/bersih (good governance) di Aceh belum terwujud, tentu ini bukan disebabkan karena peran ulama yang berkurang. Menurutnya ini semata-mata karena struktur politik di Aceh yang belum sadar sepenuhnya untuk menjadikan ulama sebagai panutan. Jadi, belum terwujudnya good governance di Aceh semata-mata karena Pemerintah Aceh yang belum mau mendengar ulama.

Ia mengurai keengganan penguasa untuk menjadikan ulama sebagai panutan karena efek panjang dari penjajahan pemikiran yang dilakukan penjajah dahulu lewat paham sekuler-liberal yang mereka tanamkan di dunia Islam melalui berbagai cara.

"Lewat paham sekuler-liberal ini, rakyat dan pemerintah kita telah dijauhkan dari ulama sehingga kerusakan di berbagai bidang kehidupan menimpa umat Islam di seluruh dunia, bukan hanya Aceh," terang Zulkhairi, prihatin.

Kendati demikian, tambahnya, pihaknya optimis masa depan Aceh akan semakin baik apabila suara ulama didengar oleh pemerintah. Sebab, jika belajar dari sejarah kejayaan Aceh dulu diraih lewat relasi yang baik antara ulama dan penguasa, yang mana penguasa mau mendengar ulama. Hingga hari ini pun, tulisnya, masyakarat masih selalu menyimak seruan-seruan ulama untuk memperbaiki kehidupan yang rusak menuju kehidupan Islam yang mencerahkan dan menyejahterakan. Baik melalui mimbar-mimbar khutbah, pengajian, lembaga pendidikan, media massa, dan sebagainya dengan materi-materi yang menyentuh berbagai persoalan kehidupan.

"Memang butuh waktu lama untuk melakukan penyadaran lokal Aceh-nasional, tapi kita memang tidak perlu terburu-buru. Yang dilakukan ulama Aceh saat ini adalah bekerja/berdakwah, hasilnya insya Allah akan kita lihat di kemudian hari," kata Zulkhairi.

Wujud dari dakwah ikhlas para ulama, menurutnya bisa dilihat dari kerja tanpa pamrih membina masyarakat dan mendidik generasi muda Aceh agar senantiasa baik moralnya. Menurutnya, ini peran yang sulit dilakukan oleh pihak manapun di tengah perkembangan dunia yang begitu materialis. Ia mempertanyakan apakah ada lembaga pendidikan di dunia ini yang seperti dayah yang menggratiskan atau dengan biaya pendidikan yang sangat murah bagi siswa/santrinya.

"Hingga detik ini para ulama masih konsen mendidik anak-anak Aceh agar mereka menjadi generasi yang baik yang akan memperbaiki Aceh di kemudian hari. Coba bayangkan, apa jadinya Aceh jika tidak ada peran ulama dalam pendidikan dayah dan dalam mendidik masyarakat lewat pengajian-pengajian dan majlis-majlis ta'lim?. Wallahu a'lam," demikian Zulkhairi.

Seperti diberitakan, Guru Besar Antropologi UGM, Prof Dr Irwan Abdullah PhD, pada Seminar On Islamic Teachings: Dialogue, Peace And Conflict Resolution di Hotel Hermes Palace, Banda Aceh, Jumat 17 Oktober 2014 mengatakan, tokoh dan ulama yang berperan dan mampu menyelesaikan persoalan-persoalan sosial keagamaan di tengah masyarakat Aceh saat ini sudah semakin berkurang. Keadaan ini dipengaruhi juga oleh konflik berkepanjangan, bencana tsunami, dan minimnya kaderisasi ulama selama ini.

Irwan juga menyoal proses pelaksanaan syariat Islam di Aceh yang menurutnya masih sebatas proses simbolik dan belum menyentuh persoalan good governance, keterjaminan hak rakyat akan kesejahteraan yang sesunguhnya menjadi tugas dari pemerintah Aceh. Seharusnya, menurut Irwan Abdullah, syariat sudah harus mampu menjawab persoalan kesejahteraan masyarakat bukan melulu soal 'kasur' orang.(rel/rul)

Kunjungi juga :
www.serambinewstv.com | www.menatapaceh.com |
www.serambifm.com | www.prohaba.co |


Anda sedang membaca artikel tentang

RTA Bantah Peran Ulama Aceh Makin Berkurang

Dengan url

http://acehnewinfo.blogspot.com/2014/10/rta-bantah-peran-ulama-aceh-makin.html

Anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya

RTA Bantah Peran Ulama Aceh Makin Berkurang

namun jangan lupa untuk meletakkan link

RTA Bantah Peran Ulama Aceh Makin Berkurang

sebagai sumbernya

0 komentar:

Posting Komentar

techieblogger.com Techie Blogger Techie Blogger