SENIN, 30 Desember pekan depan akan menjadi momentum demokrasi bagi masyarakat Kota Subulussalam, paling tidak untuk lima tahun ke depan. Menyusul putusan Mahkamah Konstitusi (MK), Senin (16/12) lalu, KIP Subulussalam telah menetapkan tanggal 30 Desember sebagai hari pemungutan suara ulang pemilihan kepala daerah (Pilkada) Wali Kota/Wakil Wali Kota Subulussalam, di dua Tempat Pemungutan Suara (TPS) di Desa Namo Buaya, Kecamatan Sultan Daulat.
Seiring dengan semakin dekatnya jadwal pemungutan suara ulang, harapan, kekhawatiran, kebimbangan, kecemasan dan rasa saling curiga justru menghinggapi, setidaknya, 632 Penduduk Desa Namo Buaya yang terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT).
Pasalnya, putusan MK telah menjadikan desa Namo Buaya bak tambang emas yang diperebutkan oleh para calon pemimpin. Tak pelak, setiap hari desa yang pernah tersohor sebagai penghasil kopi terbesar di Subulussalam era 1980-an tak pernah sepi oleh hilir mudik para tim sukses.
Harapan, karena putusan MK tersebut membuat desa tersebut menjadi penentu pemimpin Kota Subulussalam periode 2014-2019. Karena menjadi penentu, setidaknya desa ini akan berpeluang mendapat perhatian jika kandidat yang didukung menang di sana.
Desa yang menurut warga sebelumnya kurang mendapat perhatian dari pemerintah diharapkan ke depannya diutamakan. Namun, harapan tersebut lebih kecil bila dibandingkan dengan kecemasan dan kekhawatiran yang menghantui penduduk di sana.
"Memang kata orang desa kami ini jadi 'emas' tapi kalau mau jujur kami justru tidak nyaman, bahkan kuatir nanti akan jadi rusuh di kampung ini," ujar Bru Ujung, salah seorang ibu rumah tangga saat disambangi wartawan, Rabu (25/12) di kediamannya.
Ujung mengakui betapa terkenalnya desa mereka pasca diputuskannya pemungutan suara ulang di sana. Setiap hari terutama malam hari desa Namo Buaya terus disambangi pihak-pihak tertentu. Namun, kata warga sebenarnya mereka justru takut dengan kondisi saat ini. Warga kuatir lantaran diisukan akan dapat "uang" padahal sejauh ini belum mereka terima. "Banyak yang bilang, hebat kalian di Namo Buaya, banyak nanti kalian dapat uang, tapi nyatanya sampai sekarang tidak ada yang memberi uang. Kalau pun ada yang memberi uang sebenarnya kami takut," kata Ujung.
Keresahan dan kekhawatiran juga dirasakan warga lainnya. Sebab, pemungutan ulang berdampak timbulnya rasa saling curiga dan mengawasi di dalam masyarakat namo Buaya. Warga mengaku tidak nyaman jika ada tamu yang datang ke rumah mereka. Kalau pun mereka berinteraksi dengan tamu, kebanyakan memilih di warung agar tidak menimbulkan kecurigaan.
Terhadap kondisi ini, Ketua Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia (ICMI) Kota Subulussalam, dr.H.Syahyuril mengimbau semua pihak agar tidak membuat masyarakat trauma. Syahyuril yang juga komisioner Majelis Pendidikan Daerah (MPD) Subulussalam, mengatakan meminta semua pihak data mewujudkan pilkada damai, terutama menjaga suasana kondusif dan keamanan.
Syahyuril berharap momentum pilkada tidak dimanfaatkan melakukan provokasi berlebihan sehingga membenturkan masyarakat. "Mari kita bersama-sama mewujudkan pilkada damai. Ini bukan hanya tugas pengamanan, tapi menjadi kewajiban kita semua, termasuk para kontestan jangan lah untuk mencapai keinginan lalu membenturkan masyarakat atau membuat masyarakat justru trauma dan tidak nyaman, ini jelas tidak baik bagi sebuah kepemimpinan mendatang," ujar Syahyuril.(khalidin)
Anda sedang membaca artikel tentang
Pilkada Subulussalam Antara Harapan dan Kekhawatiran
Dengan url
http://acehnewinfo.blogspot.com/2013/12/pilkada-subulussalam-antara-harapan-dan.html
Anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya
Pilkada Subulussalam Antara Harapan dan Kekhawatiran
namun jangan lupa untuk meletakkan link
Pilkada Subulussalam Antara Harapan dan Kekhawatiran
sebagai sumbernya
0 komentar:
Posting Komentar