Nonmuslim Pelanggar Qanun Bebas Memilih Peradilan

Written By Unknown on Selasa, 03 Desember 2013 | 16.25

* Terkait Pelanggaran Syariat di Aceh

BANDA ACEH - Ketua Badan Legislasi DPRA, Abdullah Saleh SH mengatakan, Rancangan Qanun Hukum Acara Jinayah (Raqan HAJ) yang tak lama lagi bakal disahkan jadi qanun, memberikan opsi (pilihan) kepada pelaku pelanggar syariat Islam (jarimah) untuk tunduk pada sistem peradilan syariat Islam atau peradilan umum.

"Tapi jika dalam hukum acara pidana umum, jenis pelanggaran syariat Islam yang dilakukan nonmuslim tadi belum diatur, maka ia harus tunduk pada qanun hukum acara jinayah. Begitu juga untuk aparat TNI, polisi, dan lainnya," kata Abdullah Saleh kepada Serambi, Senin (2/12) di ruang kerja Wakil Ketua DPRA, Muhammad Tanwier Mahdi, seusai menyerahkan naskah Raqan HAJ yang telah selesai dibahas Pansus IV DPRA bersama Tim Pemerintah Aceh dan instansi vertikal pada Sabtu (30/11) lalu di Bireuen.

Abdullah Saleh mengatakan, pasal yang mengatur proses peradilan bagi nonmuslim yang melanggar syariat Islam bersama pasangannya yang muslim, diatur di dalam Bab XI Raqan HAJ mengenai Koneksitas.

Dalam Pasal 94 ayat (1), sebut Abdullah Saleh, dijelaskan bahwa jarimah (pelanggar syariat Islam) yang dilakukan dua orang atau lebih secara bersama-sama yang di antaranya beragama bukan Islam, maka pelaku yang beragama bukan Islam dapat memilih dan menundukkan dirinya pada qanun ini. Otomatis dia akan diperiksa dan diadili oleh mahkamah syar'iyah kabupaten/kota di Aceh.

Pada ayat (2)-nya dijelaskan, jika perbuatan yang dilakukan oleh pelaku jarimah yang tunduk kepada peradilan umum dan tidak menundukkan diri pada qanun ini, maka dia diperiksa dan diadili di peradilan umum.

Selanjutnya, dalam ayat (3)-nya dijelaskan, jika perbuatan jarimah yang dilakukan oleh pelaku yang tunduk pada peradilan umum, bukan merupakan tindak pidana yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana atau ketentuan pidana di luar Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, maka pelaku jarimah tetap diadili di mahkamah syar'iyah kabupaten/kota.

Lalu, dalam hal kedua pelaku jarimah bukan nonmuslim dan juga bukan muhrimnya (suami istri), tapi mereka melakukan mesum atau zina di wilayah hukum Aceh, lalu ditangkap polisi syariah pada saat razia, apakah mereka bisa dijerat dengan pasal 94 tersebut?

"Untuk kasus seperti itu, memang belum kita atur. Begitupun, kita lihat nanti perkembangannya dalam pembahasan pada sidang paripurna, apakah perlu ditambah pasal tentang itu," ujarnya.

Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) maupun Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang berlaku saat ini, memang hal itu belum diatur. Tapi dalam RUU KUHP dan RUU KUHAP yang kini sedang dibahas Pansus DPR RI, perbuatan zina atau hubungan suami istri dengan yang bukan muhrimnya (suami istri), kabarnya telah dilarang. "Tapi kapan RUU KUHP dan RUU KUHAP itu disahkan DPR RI, kita tunggu saja," kata mantan advokat ini.

Untuk sementara, kata Abdullah Saleh, Hukum Acara Jinayah ini untuk membentengi muslim dan nonmuslim yang berada di wilayah Aceh jangan melakukan zina atau perbuatan melanggar syariat Islam di Bumi Serambi Mekkah ini. "Untuk payungnya, kita butuh Qanun Hukum Acara Jinayahnya guna menindaklanjuti tiga qanun syariat Islam yang telah lahir tahun 2002, yaitu Qanun tentang Khamar, Qanun Maisir, dan Qanun Khalwat," katanya.

Disebutkan pula bahwa terhadap aparatur pemerintah, termasuk militer yang melakukan pelanggaran syariat Islam di Aceh, prosedur peradilannya sudah diatur dalam Pasal 95 dan 96. Kepada mereka juga diberikan pilihan, mau tunduk pada pelaksanaan Hukum Acara Jinayah atau Hukum Acara Militernya. Jika pelanggaran yang dilakukan seorang TNI belum diatur dalam Hukum Acara Militernya, maka ia harus tunduk kepada peradilan syariat Islamnya.

Wakil Ketua I DPRA, Tanwier Mahdi mengucapkan terima kasih kepada Pansus IV DPRA, Tim Pemerintah Aceh dan intansi vertikal, polisi, jaksa dan anggota TNI, yang masuk dalam tim pembahas raqan Hukum Acara Jinayah yang telah menyelesaikan pembahasan Raqan HAJ di tingkat Pansus Dewan.

Raqan HAJ ini, kata Tanwier, akan dimasukkan ke dalam daftar raqan yang sudah siap untuk diparipurnakan pengesahannya. Sampai kini, ada empat raqan yang telah selesai pembahasannya dan telah diserahkan kepada Pimpinan DPRA hasil pembahasannya, yaitu Raqan tentang Kesejahteraan Sosial, Raqan tentang Kepariwisataan, Raqan tetang Hukum Acara Jinayah, dan Raqan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Aceh.

"Keempat raqan ini akan kita bawa ke dalam Rapat Bamus Dewan, untuk dijadwalkan sidang paripurnanya. Rapat Bamus ini akan kita lakukan minggu ini, setelah Pimpinan DPRA bersama Gubernur menandatangani dokumen KUA dan PPAS 2014 yang telah dibahas bersama dan akan menjadi bahan RAPBA 2014. "Kita berharap pada hari Rabu atau Kamis, dokumen KUA dan PPAS 2014 itu sudah bisa diserahkan kepada eksekutif," ujar Tanwier. (her)


Anda sedang membaca artikel tentang

Nonmuslim Pelanggar Qanun Bebas Memilih Peradilan

Dengan url

http://acehnewinfo.blogspot.com/2013/12/nonmuslim-pelanggar-qanun-bebas-memilih.html

Anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya

Nonmuslim Pelanggar Qanun Bebas Memilih Peradilan

namun jangan lupa untuk meletakkan link

Nonmuslim Pelanggar Qanun Bebas Memilih Peradilan

sebagai sumbernya

0 komentar:

Posting Komentar

techieblogger.com Techie Blogger Techie Blogger