BANDA ACEH - Pengusaha atau pemilik yang bus-busnya belakangan ini menjadi sasaran pelemparan di lintas Banda Aceh-Medan sangat menyesalkan kejadian itu. Namun, mereka seakan pasrah pada keadaan, karena kehabisan cara untuk mengantisipasi aksi vandalisme itu, jika bukan polisi yang harus berada di garda terdepan untuk mencegah dan mengatasinya.
Hal itu tergambar dari pernyataan tiga petugas loket bus lintas Banda Aceh-Medan yang dihubungi Serambi secara terpisah di Banda Aceh, Jumat (19/7) kemarin.
Enha dari perusahaan Bus Sanura mengatakan bus mereka salah satu korban pelemparan, sehingga kacanya pecah. "Kami jelas rugi, tapi kami tak punya cara lain untuk mengantisipasinya, kecuali melaporkan ke pihak kepolisian," ucap Enha di Terminal Bus Batoh.
Ada satu langkah antisipatif yang pernah ditempuh perusahaannya, yakni menyerentakkan perjalanan bus, sehingga bisa beriringan. Konvoi model ini diasumsikan bisa mencegah aksi pelaku. "Tapi masalahnya apabila bus ke luar dari terminal secara bersamaan, paling-paling aksi pelemparan itu reda sebentar. Tapi kan tidak mungkin terus seperti itu, karena setiap bus punya jadwal keberangkatannya masing-masing," ujarnya.
Dalam hal bus pecah kaca atau peyot bodinya akibat dilempari orang tak dikenal (OTK) dengan batu, maka kerugian yang timbul sepenuhnya ditanggung pemilik bus. Termasuk biaya pengobatan sopir yang terluka akibat lemparan. "Kalau pecah lagi nanti, ya diganti lagi. Itu saja kerja kami. Ini jelas sangat merugikan perusahaan," pungkas Enha.
Seorang petugas loket di perusahaan Bus Kurnia Group juga mengaku sudah pasrah pada keadaan. Kalau bus yang sedang melaju dilempar, ya dilemparlah. Paling setelah itu dilaporkan ke polisi terdekat. Namun, belum ada pelaku yang tertangkap. Ini menambah frustrasinya awak bus pada keadaan.
"Kami membayar pajak pada negara. Usaha kami legal. Seharusnya adalah perlindungan dari negara," ujar pria paruh baya yang minta namanya tak dipublikasi.
Ia tambahkan, kasus pelemparan terhadap bus-bus yang tergabung dalam Kurnia Group tahun ini sudah dilapor ke polisi. "Polisi memang merespons sesaat. Tapi begitu tak ada lagi patroli jalan raya, aksi pelemparan itu pun terjadi lagi. Ini yang membuat kami rugi dan tak nyaman dalam berusaha," katanya.
Petugas loket Putra Pelangi, Anas mengatakan, selama ini mereka belum berhasil menangkap dan mengungkap pelaku dan apa yang mereka ingin capai dari aksi pelemparan batu itu. "Mungkin saja mereka hanya orang iseng yang coba mengacaukan perjalanan bus kami," ujarnya.
Para sopir di lingkungan Putra Pelangi, menurutnya, sangat resah dengan aksi vandalisme menggunakan batu itu. "Mudah-mudahan ke depan polisi bisa segera menangkap pelaku dan mengungkap apa motif mereka sebenarnya," ujar Anas.
Lalu, bagaimana dengan solusi sopir pakai helm? Terhadap gagasan ini, Ketua Organda Lhokseumawe, Azhar menegaskan tidak mungkin meminta sopir pakai helm, karena akan terlihat janggal dan mengganggu pandangan sopir. Apalagi sopir jarak jauh umumnya berjalan pada malam hari. Helm menambah gelap pandangan. (ni/hs/nr)
langkah antisipatif polda
* Menyusun strategi penangkapan pelaku dan meminimalisir gangguan
* Menurunkan tim reserse untuk mendeteksi dan memburu pelaku sekaligus mengungkap motif pelemparan bus
* Meningkatkan intensitas patroli di lintas timur Aceh hingga ke perbatasn Sumut
* Berpakaian preman, polisi akan menyamar sebagai penumpang di dalam bus dan truk untuk menjebak dan menyergap pelaku
* Jika keadaan memaksa, maka disebar penembak jitu (sniper) untuk menghentikan gangguan pelempar bus dan bajing loncat. (nr/sal)
Anda sedang membaca artikel tentang
Pengusaha Bus Kehabisan Cara
Dengan url
http://acehnewinfo.blogspot.com/2013/07/pengusaha-bus-kehabisan-cara.html
Anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya
Pengusaha Bus Kehabisan Cara
namun jangan lupa untuk meletakkan link
sebagai sumbernya
0 komentar:
Posting Komentar