‘Ibrah’ di Balik Musibah

Written By Unknown on Sabtu, 20 Juli 2013 | 16.24

Hasan Basri M. Nur
Pimpinan Balai Pengajian Ummi Kp. Aree, Sigli,
dan Dosen Fakultas Dakwah IAIN Ar-Raniry

SEMINGGU menjelang Ramadhan 1434 Hijriah, tepatnya Selasa (2/7) lalu, Aceh kembali menangis. Gempa berkekuatan 6,2 SR mengguncang Dataran Tinggi Gayo (meliputi Kabupaten Bener Meriah, Aceh Tengah, dan sebagian Gayo Lues). Memang, gempa kali ini tidak sedahsyat megagempa 9,3 SR disusul gelombang tsunami yang menimpa pesisir Aceh 26 Desember 2004 lalu. Meski begitu, gempa Gayo tetap menyisakan duka dan tangis, terutama bagi mereka yang kehilangan anggota keluarga, tempat tinggal dan harta benda.

Musibah dapat dilihat dari berbagai sisi. Sebagian orang melihatnya sebagai peringatan dari Sang Pencipta, karena manusia telah lalai akan perintah Tuhan, dan musibah itu menjadi media evaluasi agar manusia tak larut dalam kelalaian. Dalam konteks ini, musibah dianggap sebagai wujud cinta Sang Khalik kepada makhluk. Karena cintalah maka mereka diberi peringatan agar tak terjerumus dalam kemungkaran. Untuk itu, musibah harus menjadi media evaluasi terhadap diri masing-masing sudah sejauh mana menjalankan perintah Sang Pencipta, baik dalam hubungan vertikal (hablum minallah) maupun horizontal (hablum minannas).

Setiap musibah pasti memiliki ibrah yang sejatinya menjadi pelajaran sekaligus dapat memetik hikmah di baliknya. Musibah gempa dan tsunami 2004 lalu memiliki muatan ibrah bagi seluruh rakyat Aceh dan Indonesia, sehingga ia menjadi satu faktor yang mendorong percepatan proses perdamaian dan berhentinya aksi saling bunuh di antara sesama umat Islam di tanah Aceh. Lebih dari itu, musibah gempa dan tsunami 2004 menjadi awal bagi pembangunan Aceh lebih baik (build back better) setelah sekian lama mandek dan terpuruk, walau kini usai masa rehabilitasi dan rekonstruksi, pembangunan Aceh tampak kembali melambat ibarat jalannya siput hingga dikejutkan lagi oleh gempa baru yang berpusat di perut Burni Telong.

Gempa 6,2 SR yang mengguncang Tanah Gayo harus menjadi ibrah bagi semua pihak. Pertama, runtuhnya banyak bangunan yang menelan puluhan nyawa manusia patut menjadi renungan betapa kita tidak siap hidup bersama bencana, padahal kita tahu Aceh termasuk dalam zona merah rawan bencana gempa. Untuk itulah pendidikan kebencanaan perlu terus diberikan kepada anak-anak Aceh sehingga dampaknya dapat dikurangi pada masa-masa mendatang. Selain itu, kita berkewajiban selalu menjaga alam dan lingkungan sehingga tidak terjadi kerusakan yang akibatnya akan dirasakan oleh manusia itu sendiri (QS. Ar-Rum:41).

Kedua, musibah mesti menumbuhkan solidaritas. Momentum ibadah puasa Ramadhan semakin meningkatkan kepekaan sosial sehingga banyak pihak menggalang dan mengucurkan bantuan kepada korban bencana di Gayo. Solidaritas pascabencana ini menjadi wujud aktualisasi hadis Nabi Muhammad saw bahwa persaudaraan di antara sesama orang Islam itu bagaikan sebuah bangunan yang saling menguatkan.

Ketiga, Gayo adalah daerah miskin yang selama puluhan tahun kurang mendapat perhatian dari Pemerintah Aceh sehingga memunculkan semangat "separatisme" Gayo dan mewacanakan Provinsi Aceh Leuser Antara (ALA). Musibah gempa telah melahirkan perhatian khusus dari Pemerintah Aceh dan pemerintah pusat kepada Gayo. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono secara khusus berkunjung ke Gayo serta menjanjikan bantuan bagi proses rehabitasi dan rekonstruksi Gayo secepatnya. Gubernur Aceh Zaini Abdullah bahkan berkantor di Gayo selama masa tanggap darurat.

Perhatian istimewa dari petinggi RI dan elite Aceh ini sejatinya menjadi momen bagi pembangunan Gayo yang lebih baik (build back Gayo better), terutama di bidang infrastruktur pendukung pertumbuhan ekonomi seperti jalan, jembatan, irigasi, dan sebagainya. Selama ini pembangunan beberapa ruas jalan tembus dari dan ke kawasan Gayo terkesan lamban sehingga Gayo belum menjadi sentral bagi Aceh, walau ia terletak tepat di tengah peta geografis bumi Aceh.

Musibah gempa yang menimpa Gayo telah melahirkan statemen dan komitmen dari para petinggi negeri ini kepada bumi Burni Telong. Komitmen ini harus segera dipermanenkan dalam wujud konkret blue print rehab-rekons Dataran Tinggi Gayo sehingga ia menjadi payung hukum bagi pewujudan build back Gayo better. Jangan biarkan musibah gempa itu berlalu tanpa memberi dampak bagi perbaikan masa depan Gayo. Semoga.


Anda sedang membaca artikel tentang

‘Ibrah’ di Balik Musibah

Dengan url

http://acehnewinfo.blogspot.com/2013/07/aibraha-di-balik-musibah.html

Anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya

‘Ibrah’ di Balik Musibah

namun jangan lupa untuk meletakkan link

‘Ibrah’ di Balik Musibah

sebagai sumbernya

0 komentar:

Posting Komentar

techieblogger.com Techie Blogger Techie Blogger