Hangatnya Persaudaraan Muslim di Prancis

Written By Unknown on Sabtu, 16 Maret 2013 | 16.24

Sabtu, 16 Maret 2013 14:21 WIB



RAHMAD SADLI
, Dosen Politeknik Aceh, melaporkan dari Valenciennes, Prancis

VALENCIENNES di bagian utara Prancis merupakan kota kecil yang sangat indah dan tertata rapi. Letaknya di dekat perbatasan Prancis dan Belgia juga dekat dengan Belanda. Arsitektur kota ini didominasi bangunan kuno berbatu merah bata, bersanding serasi dengan gedung-gedung modern yang dibangun dalam 50 tahun terakhir.

Situasi kota ini sangat kondusif bagi mahasiswa. Di sinilah saya sejak September 2012 melanjutkan studi magister Ingénierie des Systèmes de Télécommunication pada Université de Valenciennes. Ini lanjutan dari program double degree yang saya ambil di UI Jakarta.

Di kampus saya kuliah saat ini banyak mahasiswa asal Italia, Belgia, Swiss, Moroko, Tunisia, dan Aljazair. Persaudaraan muslim di kota ini sangat kuat. Ini bisa kami rasakan pada saat kami baru tiba, mereka sambut kami dengan hangat. Kehangatan pertama yang kami rasakan adalah ketika pertama kali bertemu dengan muslim asal Moroko, saat itu kami berempat dari Indonesia sedang melakukan registrasi asrama universitas. Melihat saya dan tiga teman lainnya dari Indonesia sedang antre, seorang dari mereka menyapa, "Bonjour, comment allez-vous? Vous venez d'où?" (Selamat siang, apa kabar? Datang dari mana?) Kami jawab, "Siang, baik sekali, kami dari Indonesia dan kalian?"

"Indonésie, masya Allah. On vient du Moroc... Salam `alaikum." Begitulah ekspresi mereka. Sepertinya mereka sangat mengenal Indonesia sebagai negara dengan populasi muslim terbanyak di dunia.

Begitu kami menjawab salam, mereka langsung menjabat tangan, sambil tersenyum ramah. Mereka pun memperkenalkan diri sebagai anggota EMF (Étudiants Musulmans de France) yang merupakan wadah persaudaraan pelajar-pelajar muslim di Prancis. Peran mereka adalah untuk membantu kesulitan mahasiswa-mahasiswa muslim selama berada atau kuliah di Prancis. Setelah mereka tahu kami muslim, mereka pun langsung membantu kami menyelesaikan proses registrasi asrama. Pada hari berikutnya mereka bersedia menemani kami menunjukkan tempat-tempat belanja yang menjual produk-produk halal. Mereka juga bersedia membantu kami membuat account bank, pendaftaran ulang di universitas, dan bantuan lainnya. Bertemu dengan saudara muslim di negara nonmuslim bagaikan bertemu dengan saudara kandung yang telah sekian lama berpisah.

Suasana yang lebih haru lagi terasa yaitu ketika hari Jumat pertama di Valenciennes. Di Residence Jules Mousseron (nama asrama Université de Valenciennes) ada sebuah ruangan 8 x 8 m2 yang telah difungsikan sebagai masjid oleh mahasiswa muslim. Sebenarnya ini merupakan salle de reunion (atau ruang pertemuan). Setiap Jumat sekitar 70 mahasiswa shalat Jumat di sini. Tak jarang jamaah harus menyambung saf di luar masjid dengan beralaskan kertas koran.

Sebenarnya di kota ini ada sebuah masjid yang jauhnya sekitar 30 menit naik kereta. Namun, karena padatnya jadwal kuliah dan tak adanya toleransi keterlambatan untuk kuliah, mahasiswa muslim memutuskan untuk mendirikan shalat Jumat di asrama ini.

Pukul 13.00 waktu setempat kami pun menuju ruangan tersebut untuk shalat Jumat. Ruangan itu hanya boleh digunakan pada waktu shalat saja. Meski demikian, otoritas asrama menunjukkan sikap toleran yang patut diacungi jempol, mengingat Prancis negara nonmuslim.

Menurut perkiraan saya, ruangan ini hanya mampu menampung sekitar 40 jamaah. Awalnya hanya ada sekitar 10 orang, namun satu per satu jamaah muncul. Setelah shalat sunat dua rakaat, azan pun dikumandangkan, tanpa pengeras suara. Tapi cukuplah untuk menghilangkan kerinduan akan suara azan yang setiap waktu saya dengar di Aceh. Tak berselang lama, jamaah pun sudah menyesaki ruangan yang kecil ini. Beberapa orang terpaksa berdiri di luar.

Tak lama kemudian, seorang pemuda berjenggot dan berbaju jubah masuk. Ia berdiri di depan kami dan memberi salam. Ternyata pemuda itu adalah khatib Jumat. Azan kedua pun dikumandangkan dan setelah itu khutbah pun dimulai. Khutbah pertama disampaikan dalam bahasa Arab, khutbah kedua dalam bahasa Prancis.

Saat shalat hendak dimulai, di ruang yang kecil ini, kami saling berbagi tempat supaya semua jamaah bisa menunaikan shalat. Setelah shalat Jumat, jamaah saling bermaaf-maafan dan berangkulan. Ada yang dari Moroko, Aljazair, Tunisia, Senegal, Mali, India, dan Indonesia. Di sinilah terasa betapa hangatnya persaudaraan dalam Islam. Warna kulit dari ras yang berbeda-beda menyatu dalam tali persaudaraan Islam. Ini sudah cukup untuk membuktikan bahwa Islam benar-benar agama universal. [email penulis: rahmadsadli@gmail.com]

* Bila Anda punya informasi menarik, kirimkan naskah dan fotonya serta identitas Anda ke email: redaksi@serambinews.com


Anda sedang membaca artikel tentang

Hangatnya Persaudaraan Muslim di Prancis

Dengan url

http://acehnewinfo.blogspot.com/2013/03/hangatnya-persaudaraan-muslim-di-prancis.html

Anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya

Hangatnya Persaudaraan Muslim di Prancis

namun jangan lupa untuk meletakkan link

Hangatnya Persaudaraan Muslim di Prancis

sebagai sumbernya

0 komentar:

Posting Komentar

techieblogger.com Techie Blogger Techie Blogger