Apresiasi | Agus Wandi
AMIN MAALOUF, pemenang Prix Goncourt 1993, hadiah sastra paling bergengsi di Prancis, beberapa tahun lalu menerbitkan sebuah memoar, Origins. Membaca Origins, seperti membaca sejarah Ottoman, Arab dan Nasionalisme sekaligus. Maalouf meneropong sejarah dari perspektif beberapa aktor di keluarganya. Kakeknya, Botros, merupakan aktor utama di buku ini. Tapi ini bukan hanya sebuah buku tentang suatu keluarga, melainkan rekaman dari suatu era penting dalam sejarah modern dunia.
Botros adalah pendukung Kesultanan Ottoman sebelum negara itu berganti menjadi republik. Botros hidup di era yang bergejolak ketika sistem negara dan republik belum dominan, sementara monarki mendominasi dunia.
Banyak orang mengenal Ottoman sebagai kerajaan Islam terakhir sebelum runtuh yang berbasis di Turki. Sesungguhnya Ottoman adalah kerajaan yang majemuk, multibahasa dan bangsa, dimana kaum Islam, Yahudi dan Kristen dan ratusan agama minoritas saling hidup berdampingan.
Kesultanan Ottoman membentang dari Eropa Tenggara, Asia Barat, Afrika Utara hingga jazirah Arabia. Ketika gerakan menuntut pembubaran sistem monarki ke sistem republik, para penggagasnya adalah tokoh semua agama dan semua kaum. Gerakan ini dikenal dalam sejarah sebagai the Young Turk. Gerakan ini bahkan digagas di Salonika, sebuah kota di Yunani yang menjadi bagian dari kesultanan.
Sadakat Kadri, penulis buku Heaven on Earth: A Journey Through Sharia Law, membongkar fakta sejarah yang menarik, bahwa Ottoman adalah kerajaan Islam, tapi dalam sejarah 624 tahun kekuasaannya, hukum rajam hanya pernah digunakan sekali saja. Ottoman mengikuti tradisi Islam yang tidak pernah menggunakan hukum untuk mempermalukan. Tradisi penting mereka adalah mendidik, bukan menghukum.
Amin Maalouf adalah penulis besar dari Lebanon. Seperti banyak penulis Lebanon, tema tulisan mereka adalah agama, Pan-Arabisme, nasionalisme dan identitas. Origins adalah kelanjutan dari beberapa buku Amin Maalouf yang berbicara tentang tema-tema tersebut.
Beberapa novel dan esai Maalouf memberi gambaran bahwa Barat bukan sumber dari agama, pengetahuan, dan sains. Semua agama dan pengetahuan di dunia hari ini adalah produk non-Barat. Islam, Yahudi dan Kristen berasal dari Arab. Hindu dan Budha datang dari Asia. Semua Nabi tidak ada yang berkulit putih dan berambut pirang. Hal ini juga berlaku terhadap produk pengetahuan. Pengetahuan adalah produk Timur sebelum pindah ke Barat.
Dalam Origins, Maalouf memulai dengan prolog yang dahsyat. Ia memberi penjelasan kenapa buku Origins tidak memakai judul 'Akar' (Roots) tapi 'Asal' (Origins). Ia menolak konsep 'akar' dan memberi analogi seperti akar pohon, karena, "Roots burrow into the ground, twist in the mud, and thrive in darkness; they hold trees in captivity from their inception. (Akar terkubur di dalam tanah, semrawut dengan lumpur, dan hanya hidup dalam kegelapan. Akar selalu mencoba memenjarakan pohon untuk tidak tumbuh sejak awal).
Yang penting bagi manusia adalah 'jalan' (road), karena menurut Maalouf, "Road hold out promises, bear our weight, urge us on and then abandon us. And we die, just as we were born, at the edge of a road not our choosing. Jalan memberikan kita janji, menopang beratnya hidup, mendukung kita untuk terus bergerak, dan juga meninggalkan kita. Dan kita akan mati, seperti halnya ketika kita lahir, di pinggir atau ujung jalan yang tidak kita kehendaki.
Tokoh kedua dalam buku ini adalah saudara laki-laki Botros, Gabriel. Tidak seperti Botros yang memilih tetap tinggal di Beirut, Gabriel merantau ke Kuba dan ikut membantu revolusi kemerdekaan Kuba. Botros dan Gabriel saling surat menyurati, dan inilah yang menjadi rujukan bagi Amin Maalouf saat menulis buku ini. Menulis surat, diari dan catatan-catatan adalah tradisi lama yang sangat berguna: Menjadi pintu generasi selanjutnya untuk membaca pikiran-pikiran sebelumnya. Ia adalah jendela untuk melihat fakta sejarah yang berserakan. Sebuah tradisi yang patut dicontoh, agar sejarah bisa menjadi fakta dan fakta tidak hanya menjadi sejarah.
Botros adalah orang yang percaya pendidikan adalah jalan keluar dari kegelapan dunia Timur dan negerinya. Ia mengabdikan dirinya menjadi guru. Kecewa dengan sistem pendidikan yang ada, yang gagal mendidik manusia dan hanya mendoktrin saja, Botros mendirikan sekolah sendiri dan berambisi untuk pendidikan yang mencerahkan. Ini adalah kunci untuk pembebasan dan kemerdekaan sejati.
Botros menganggap penguasa adalah wajah dari rakyatnya dan meletakkannya dalam sebuah perbandingan, "Jika penguasa korup, ini karena rakyatnya juga korup." Ini karena rakyatnya membiarkan atau terus memilih penguasa yang korup.
Botros juga yakin bahwa tidak ada sesuatu pun yang lahir dari ketiadaan, khususnya ilmu pengetahuan, modernitas dan pemikiran-pemikiran yang mencerahkan. Ini adalah produk dari proses kecil yang merupakan bagian dari proses berkelanjutan. Botros di sini bicara tentang pendidikan, tentang ilmu pengetahuan yang harus diambil dari berbargai sumber dan berbagai pemikiran sejauh bisa membantu kemajuan manusia. Tidak ada yang lebih hebat, Barat atau Timur. Semua bisa saling belajar satu sama lain untuk kemajuan peradaban.
Membaca Origins seperti membawa kita kembali ke suatu era saat di mana generasi sebelumnya bermimpi untuk dunia yang lebih baik. Suatu dunia di mana kemajemukan bisa hidup bersama dengan penuh toleransi. Ia juga tentang semangat kaum muda dari dunia Timur yang ingin bangkit dari ketertinggalan dan berdiri kuat dengan kaki sendiri.
Kita bisa belajar dari generasi ini dan buku-buku lainnya dari Amin Malouf.
* Agus Wandi, aktivis 98'
Anda sedang membaca artikel tentang
Sebuah Memoar, Sebuah Asal
Dengan url
http://acehnewinfo.blogspot.com/2015/01/sebuah-memoar-sebuah-asal.html
Anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya
Sebuah Memoar, Sebuah Asal
namun jangan lupa untuk meletakkan link
sebagai sumbernya
0 komentar:
Posting Komentar