BANDA ACEH - Koalisi NGO HAM Aceh mengeluarkan satu pernyataan mengejutkan tentang dugaan adanya praktik pencucian uang oleh Pemerintah Aceh melalui Badan Penguatan Perdamaian Aceh (BP2A). "Kami mendukung kebijakan Mendagri tidak menyetujui (melarang) Gubernur Aceh dan DPRA mengalokasi hibah Rp 80 miliar untuk BP2A," kata Direktur Eksekutif NGO HAM Aceh, Zulfikar Muhammad.
Pernyataan tersebut disampaikan Zulfikar dalam siaran pers-nya menanggapi klarifikasi Mendagri tertanggal 27 Desember 2013 terhadap RAPBA 2014. Dalam klarfikasi itu, Mandagritak hanya me-warning dana Wali Nanggroe, tetapi juga melarang Gubernur Aceh dan DPRA mengalokasikan dana hibah untuk Komisi Peralihan Aceh (KPA) Rp 10 miliar dan untuk BP2A Rp 80 miliar, seperti diberitakan Serambi, Selasa (31/12).
"Hibah untuk BP2A bentuk pemborosan anggaran yang menjurus pada praktik pencucian uang oleh Pemerintah Aceh. Pencucian uang adalah suatu upaya menyembunyikan atau menyamarkan asal usul uang/dana atau harta kekayaan hasil tindak pidana melalui berbagai transaksi keuangan agar uang atau harta kekayaan tersebut tampak seolah-olah berasal dari kegiatan yang sah/legal," tulis Zulfikar dalam siaran pers-nya yang diterima Serambi, Jumat (3/1).
Menurutnya, modus Pemerintah Aceh sama dengan pengalaman ketika adanya Badan Reintegrasi Aceh (BRA) sebelumnya, yaitu menjual nama korban konflik dan eks kombatan GAM. Ilegalnya proses hibah ini juga karena BP2A hingga kini bukan Satuan Kerja Pemerintah Aceh (SKPA). "Selain itu juga belum ada qanun yang melegalkan BP2A, sehinga tak ada dasarnya sama sekali, apalagi dengan angka yang fantastis itu," jelas Zulfikar.
Dikelola SKPA terkait
Lebih lanjut, Zulfikar juga mengatakan hingga kini publik tak tahu rencana strategis BP2A. Sedangkan terkait penanganan korban konflik dan eks kombatan sudah pernah dilakukan BRA dan hasilnya sampai sekarang tidak bisa dipertanggungjawabkan, padahal sudah banyak sekali APBA dan APBN yang dialokasikan untuk itu. Seharusnya, saran Zulfikar, jika benar Pemerintah Aceh serius memperhatikan eks kombatan GAM dan korban konflik, maka dana tersebut dapat dikelola SKPA terkait.
"Misalnya untuk kebutuhan eks kombatan GAM dengan memanfaatkan lokasi pertanian, maka dapat diserahkan ke Dinas Pertanian. Untuk modal usaha dapat diserahkan melalui Disperindagkop dan lain-lain," jelas Zulfikar.
Sedangkan untuk memastikan bahwa alokasi bantuan tepat sasaran, kata Zulfikar tinggal ditambahkan saja pada syarat implementasi anggaran/sasaran program diutamakan kepada eks kombatan dan korban konflik. "Saya kira ini langkah paling rasional yang harus dijalankan pemerintah. Kami menilai hibah direncanakan untuk BP2A Rp 80 miliar hanya akan dihabiskan untuk memberi gaji dan operasional orang-orang di dalam struktur itu. Sangat kecil sekali untuk pembinaan ekonomi korban konflik dan eks kombatan," katanya.
Karena itu, Koalis NGO HAM meminta Pemerintah Aceh membatalkan pemberian hibah kepada BP2A dan berbagai lembaga lain yang tak jelas. Alasannya menciderai asas keadilan serta bentuk kesewenang-wenangan oknum penguasa di Aceh dalam mengelola uang rakyat.
Terkait ketidakjelasan penggunaan dana oleh BRA, Koalisi NGO HAM sudah pernah menguji akses ke Dinsos Aceh, namun mereka tak punya data kemana uang rakyat tersebut telah digunakan. LSM ini memandang kondisi Aceh sudah sangat parah. Namun belum mendapat perhatian KPK. "Kami menduga KPK tak punya cukup taring mengusut kasus penyelewengan dana rakyat yang melibatkan penguasa di Aceh. Contoh dugaan penyimpangan dana oleh BRA itu," demikian Zulfikar. (sal)
Anda sedang membaca artikel tentang
BP2A Diduga Cuci Uang
Dengan url
http://acehnewinfo.blogspot.com/2014/01/bp2a-diduga-cuci-uang.html
Anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya
BP2A Diduga Cuci Uang
namun jangan lupa untuk meletakkan link
sebagai sumbernya
0 komentar:
Posting Komentar