“Harga” Bahasa

Written By Unknown on Senin, 05 Agustus 2013 | 16.25

Oleh: Muhammad Adam
Pendiri Plus Institute. Alumni IELSP Universitas Ohio, Amerika, Peserta MEP Australia, dan Wakil Kepala Sekolah SMA Ruhul Islam, Lhokseumawe.

SERAMBINEWS.COM - Meskipun sering terdengar kalau dalamnya laut bisa diukur, tapi dalamnya isi hati seseorang tidak dapat diketahui, bagi orang-orang yang mempelajari karakter, kejiwaan, bahasa non-verbal, dan sejenisnya, frase bijak di atas tampaknya keliru, karena para ahli di dalam disiplin ilmu tersebut dengan sangat mudah dapat menilai seseorang melalui bahasa.
 
Bahasa yang digunakan oleh seorang penutur menandakan kualitas dirinya.  Penggunaan bahasa, terutama dalam spoken language menunjukkan karakter penuturnya. Karakter dan kepribadian seseorang dapat dinilai melalui bahasa yang digunakan dalam berkomunikasi. Kesopanan, berpendidikan, berwibawa, penyabar, punya nilai estetika, menghargai dan berkarisma, atau sebaliknya kasar, tidak sopan, ceroboh, tidak sabar dan asal bunyi juga dapat dinilai melalui bahasa.

Karenanya tidak berlebihan kalau ada yang menyebutkan 'Mulutmu adalah harimaumu'. Dalam dunia pendidikan, kualitas seseorang pelajar atau pendidik sangat ditentukan oleh kemampuannya dalam menggunakan bahasa.

Bahasa yang dikomunikasikan oleh seorang guru besar menunjukkan seberapa dalam keilmuan yang dimilikinya. Bagi seorang pemateri dalam sebuah forum, bahasa yang dia gunakan menunjukkan kemampuannya dalam penguasaan materi. Bagi seorang penulis, kekayaan bahasa yang dimilikinya juga menentukan kualitas tulisannya.

Kemampuan menggunakan keberagaman bahasa dapat menjadi nilai plus tersendiri. Bahkan dalam tulisan-tulisan scientific pengulangan kosakata yang sama akan mengurangi nilai sebuah tulisan. Banyak orang yang menyeleneh kalau bahasanya tidak ilmiah bukan akademisi namanya. Semakin ilmiah bahasa yang digunakan, maka semakin berilmu akademisi tersebut. Meskipun dalam beberapa kondisi tertentu, semakin ilmiah bukan malah semakin membantu orang lain dalam memahaminya, justru menyulitkan.

Bagi politisi, bahasa juga memiliki peran penting dalam berbagai ruang dan waktu. Sebagian besar partai politik justru menggunakan jasa "pihak ketiga" untuk membuat tag-line partai atau menyingkat nama calon, terutama pada saat mendakati masa pemilihan. Dalam kondisi lain di dunia politik, memilih orang untuk duduk di kursi yang berhubungan dengan masyarakat, khususnya media-dipilih dengan sangat selektif. Kemampuan mengkomunikasikan sesuatu dengan baik, khususnya ketika parpol tersebut dalam masalah sangat ditentukan oleh peran seorang humas atau jubir.

Tidak hanya itu, petinggi di suatu institusi tidak jarang menggunakan jasa "tukang lobby" untuk suatu tujuan tertentu. Dalam konteks kehidupan sosial dan budaya, pengaruh bahasa juga tidak kecil. Dalam budaya masyarakat Aceh, pada umumnya proses perkenalan antara lelaki dan perempuan yang ingin berta'aruf atau menikah pada umumnya dijembatani oleh pihak ketiga yang sering disebut dengan istilah "seulangke".

Kemampuan 'jubir' yang biasa digunakan oleh pihak lelaki ini tidak hanya berpengaruh pada tahap meyakinkan calon pengantin dan keluarganya, tetapi dalam beberapa kasus juga berpengaruh terhadap jumlah mahar yang sudah menjadi hak prerogratif pihak perempuan.

Kalau tipe Teungku Seulangke yang sifatnya Peusom Gasien, Peuleumah Kaya, sudah dapat dipastikan, maharnya akan melambung. Sebaliknya, kemampuan fasilatator ini dalam melakukan bergaining akan terbuka peluang meringankan pihak lelaki atau kedua belah pihak.

Intinya, dalam kondisi apapun, bahasa menjadi salah satu faktor kelancaran atau kegagalan suatu pekerjaan. Karenanya tidak sedikit orang mendramatisir bahasa yang digunakan dalam komunikasi untuk mengimplikasikan sisi baik dari dirinya.

Uniknya bahasa, kemampuan berakting dalam menggunakan bahasa tidak akan bertahan lama. Pada umumnya, orang hanya mampu menyembunyikan karakteristik pribadinya dalam satu atau dua kali interaksi.

Meskipun ada orang yang mampu mempertahankan ketidakaslian dirinya melalui bahasa yang digunakan dalam jangka waktu yang lama, tetapi adakalanya dalam kondisi tertentu tetap kecepolosan dan mengeluarkan kata-kata yang sebelumnya memang sudah mendarah daging. Makanya ada orang yang mengatakan 'ooo, ternyata kamu bisa juga menggunakan kata 'itu' ya' atau ' kok kamu ngomongnya kasar seperti itu' dan sejenisnya.

Ringkasnya, bahasa memiliki nilai baik secara ekonomi, sosial, budaya, politik, bahkan agama. Untuk itu menghargakan bahasa dengan mahal akan berpengaruh terhadap mahalnya harga Anda sebagai penutur di mata orang lain.

*Rubrik ini kerja sama Balai Bahasa Banda Aceh dengan Harian Serambi Indonesia.  Kami menerima tulisan dengan ketentuan: Topik kebahasaan/kesastraan, asli (bukan plagiasi), belum pernah  dipublikasikan, berjumlah 600 kata. Kirimkan artikel disertai identitas Anda ke alamat balaibahasaaceh@kemdikbud.go.id


Anda sedang membaca artikel tentang

“Harga” Bahasa

Dengan url

http://acehnewinfo.blogspot.com/2013/08/ahargaa-bahasa.html

Anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya

“Harga” Bahasa

namun jangan lupa untuk meletakkan link

“Harga” Bahasa

sebagai sumbernya

0 komentar:

Posting Komentar

techieblogger.com Techie Blogger Techie Blogger