T FAISAL MG, warga Aceh di Berlin, alumnus Jurusan Renewable Energy di Cologne University of Applied Sciences, melaporkan dari Panama
MUNGKIN Anda pernah membaca tentang Ferdinand de Lesseps, insinyur legendaris asal Prancis yang selama sepuluh tahun (1859-1869) memimpin penggalian kanal (sungai buatan) sepanjang 164 km di Mesir yang kemudian diberi nama Terusan Suez? Terusan yang menghubungkan Laut Merah dengan Laut Mediterranea ini sangat berguna sebagai jalan pintas bagi jalur pelayaran kapal laut antara Asia dan Eropa, karena tanpa harus mengelilingi Benua Afrika.
Berkat kesuksesannya itu, beliau mendapatkan lagi proyek serupa pada tahun 1881. Kali ini untuk menghubungkan Samudra Pasifik dengan Samudra Atlantik, dengan cara memotong Benua Amerika, tepatnya di Panama, sepanjang 77 km. Namun, karena beratnya medan, ditambah wabah malaria, proyek kali ini gagal total.
Sebelumnya, di Suez, kondisi alamnya tidak seberat ini, sehingga bisa dibuat kanal dengan kedalaman yang rata, di bawah permukaan laut, sehingga air mengalir bebas di antara dua lautan tersebut. Namun di Panama, terdapat pegunungan di antara dua samudra ini, sementara teknologi untuk mengeruk dan mengangkut tanah plus bebatuan saat itu masih sangat konvensional. Beko saja saat itu belum ada.
Singkat cerita, perusahaan Ferdinand de Lesseps pun bangkrut. Proyek itu kemudian diambil alih oleh Insinyur John Frank Stevens dari Amerika, dengan melakukan modifikasi terhadap desain kanal.
Dalam desain yang baru itu, kanal tidak dibuat membelah pegunungan. Tapi dibuat bendungan di kedua sisi dataran tinggi itu, sehingga air dari pegunungan dan hutan di sekitarnya tertampung dan tercipta sebuah danau buatan raksasa (dinamakan Danau Gatun) di tengahnya. Barulah di kedua sisi danau itu dibuat kanal untuk menghubungkannya dengan masing-masing lautan.
Kapal-kapal dari lautan berlayar melewati kanal, kemudian diangkat secara bertahap sampai setinggi permukaan danau, lalu berlayar melintasi danau, kemudian diturunkan lagi ke kanal secara bertahap, untuk melanjutkan pelayarannya ke lautan di sisi seberangnya.
Desain yang sangat sederhana, namun jenius. Sesuai dengan situasi lingkungan serta menghemat biaya dan waktu pengerjaan. Untuk menaik-turunkan kapal, diandalkan tenaga gravitasi serta sedikit sistem hidrolik untuk membuka dan menutup pintu air di kedua kanalnya.
Di sini terdapat enam sistem naik turun kapal. Tiga di sebelah Pasifik, tiga lagi di sebelah Atlantik. Pada setiap sistem ada dua pintu air. Ketika menaikkan kapal dari lautan, pintu di sebelah lautan akan dibuka, sehingga ketinggian air di dalam sistem sama dengan lautan, lalu kapal pun bisa masuk ke dalam sistem, dan pintunya langsung ditutup. Kemudian, pintu sebelah danau dibuka, sehingga air danau akan masuk dan terisi ke dalam sistem, kapal pun akan terangkat pelan-pelan dengan sendirinya. Setelah ketinggiannya sama dengan permukaan air danau, maka pintu air sebelah danau dibuka, dan kapal pun mulai berjalan lagi masuk ke danau menuju sistem berikutnya.
Saat harus menurunkan kapal dari danau, juga menggunakan prinsip serupa, namun urutan membuka pintu airnya yang berkebalikan.
Setelah waktu pengerjaan yang berpuluh-puluh tahun, Terusan Panama pun dibuka untuk umum pada tahun 1914. Bersyukur sekali saya, dalam sebuah perjalanan untuk konferensi bersama profesor saya dari universitas di Jerman, saya sempatkan untuk mampir, melihat konstruksi dan cara kerja Terusan Panama ini. Saya juga ditemani Santiago, sahabat saya yang kebetulan warga Panama.
"Este es el regalo más grande para mi país! (Ini anugerah terbesar bagi negeri kami!)," kata Santiago, memulai ceritanya. Setiap yang melewati kanal ini harus bayar pajak. Pajak itu mereka gunakan untuk membangun Panama. Tentu saja, membayar pajak dan melintasi kanal ini selama delapan jam, jauh lebih murah daripada harus mengelilingi Benua Amerika sampai ke selatan Argentina dan Cile sana. "Belum lagi dihitung emisi karbon dari pembakaran bahan bakar," bandingnya.
Begitulah, puluhan kapal melintasi kanal ini setiap hari. Pelabuhan-pelabuhan di sisi Lautan Atlantik dan Pasifik sekitar Terusan Panama pun menjadi ramai dan meningkat perekonomiannya.
Karena lokasi dan fungsinya yang sangat strategis, Terusan Panama juga menjadi isu yang selalu hangat bukan saja secara ekonomi, tapi juga sosial dan politik. Beberapa kali peralihan kepemilikan terjadi, dari Kolombia, Prancis, Amerika Serikat, dan akhirnya menjadi milik Panama. Namun, ada perjanjian internasional bahwa siapa saja berhak melewati Terusan Panama, baik dalam keadaan damai maupun perang. Tentu saja dengan membayar biaya dan pajaknya.
Selain itu, di dunia rancang-bangun perkapalan, ada aturan baku yang berlaku yang terkenal dengan sebutan 'Panamax', yaitu kapal-kapal di seluruh dunia didesain dalam ukuran tertentu agar sesuai dengan ukuran sistem naik-turun di Terusan Panama ini.
Keuntungan Panama juga diperoleh dari sektor parawisata. Ratusan ribu turis berkunjung tiap tahun untuk melihat konstruksi kanal ini yang dikategorikan sebagai salah satu dari tujuh keajaiban dunia modern.
[email penulis: teuku.faisal@gmail.com]
* Bila Anda punya informasi menarik, kirimkan naskah dan fotonya serta identitas Anda ke email: redaksi@serambinews.com
Anda sedang membaca artikel tentang
Terusan Panama yang Luar Biasa
Dengan url
http://acehnewinfo.blogspot.com/2013/07/terusan-panama-yang-luar-biasa.html
Anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya
Terusan Panama yang Luar Biasa
namun jangan lupa untuk meletakkan link
Terusan Panama yang Luar Biasa
sebagai sumbernya
0 komentar:
Posting Komentar