Sabtu, 8 Desember 2012 15:01 WIB
M IQBAL, Dosen Hukum Internasional Fakultas Hukum Unsyiah,
melaporkan dari Jerman
SAYA berada di Jerman atas dukungan Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) untuk mempresentasikan dalam konferensi tahunan sebuah paper tentang reformasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Reformasi PBB sebuah isu dunia yang telah disuarakan sejak 20-an tahun lalu dan kembali diangkat oleh pemimpin dunia, termasuk Presiden SBY, ketika konflik Israel-Palestina kembali menghangat bulan lalu.
Pentingnya reformasi PBB, terutama menyangkut komposisi serta mekanisme kerja Dewan Keamanan PBB, menjadi kritikan utama dari negara-negara anggota seperti yang disampaikan di dalam sambutan resmi mereka. Termasuk pandangan Indonesia yang disampaikan pada pertemuan tahunan PBB 2012.
Seusai konferensi, saya berkesempatan mengunjungi beberapa kota yang saling berdekatan di wilayah Jerman, Prancis, dan Swiss. Sekarang ini di Eropa sedang musim dingin. Suhu hariannya bisa anjlok hingga ke 5 derajat Celcius.
Di Jerman saya berkunjung ke Freiburgh, di bagian selatan Jerman dan berdekatan dengan Kota Strasbourg, Prancis. Kota ini ditabalkan sebagai kota warisan dunia oleh Unesco. Ada lagi Basel, kota tua di wilayah Swiss yang terkenal dengan peradabannya yang terjaga baik.
Freiburgh bisa dijangkau menggunakan kereta api cepat dari Frankfrut dengan waktu tempuh dua jam.
Berkunjung ke Jerman, terutama pada musim dingin, ada pelajaran yang bisa kita petik dengan memperhatikan aktivitas sehari-hari warganya. Warga Jerman tidak menjadikan cuaca yang dingin ekstrem sebagai penghalang untuk berkembang.
Membandingkan cuaca Jerman dan Eropa pada umumya dengan Aceh kita patut bersyukur bahwa kita dianugerahi hangatnya cuaca tropis. Kita tidak merasakan menusuknya musim dingin dengan salju yang membuat badan serasa membeku dan jari tangan yang kebas, karena tak lancarnya peredaran darah. Tapi bagi warga, bahkan murid-murid sekolah di Kota Freiburgh dan kota-kota lainnya di Eropa, menusuknya musim dingin tidak menjadi penghalang bagi mereka untuk beraktivitas.
Perhatian saya tidak lepas kaitannya dengan aspek pendidikan. Pagi hari, bahkan anak-anak sekalipun, dengan pakaian musim dingin terlihat bersemangat menuju sekolah diantar orang tuanya.
Pendidikan yang baik membuat warga Jerman unggul dalam berbagai bidang dan menjadi modal bagi mereka untuk berada di seluruh penjuru dunia, termasuk ke Aceh untuk berusaha.
Di dalam studi hukum internasional, Jerman juga menjadi contoh kasus beberapa individu yang dijadikan subjek hukum internasional. Tribunal Nurenberg menjadi pengadilan bagi prajurit Jerman yang didakwa telah melanggar hukum internasional semasa Perang Dunia II. Akan tetapi, kekalahan ketika Perang Dunia II tidak membuat Jerman menjadi negara yang bersedih dan terlupakan dari peta kekuatan dunia. Sebaliknya, dengan sumber daya manusianya yang berkarakter pekerja keras dan tangguh, saya rasa, kalah perang justru membuat Jerman lebih giat dalam membangun negaranya. Terbukti sekarang Jerman menjadi tiang penyangga ekonomi Uni Eropa ketika beberapa negara anggota Uni Eropa lainnya mengalami kebangkrutan atau kemunduran dari segi pertumbuhan ekonomi dan turut berdampak pada stabilitas keamanan, politik, dan kejatuhan beberapa kepala pemerintahan.
Teknologi yang terus berkembang membuat manusia dalam satu hari dapat berpindah dari satu belahan dunia ke belahan dunia lainnya. Sarapan nasi gurih di Banda Aceh dan makan malam di Eropa, misalnya. Hukum internasional sebagai hukum yang mengatur hubungan antarnegara memperbolehkan masyarakat dari seluruh negara di dunia untuk beraktivitas di belahan dunia mana pun selama aktivitas tersebut tidak bertentangan dengan hukum. Indonesia sendiri telah menyetujui konsep liberalisasi pasar ketika memutuskan untuk bergabung dengan negara-negara lain menjadi anggota Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Pada era globalisasi ketika dunia seakan menjadi kecil dan negara seperti tanpa batas, pertanyaan yang perlu kita ajukan pada diri masing-masing adalah mampukah kita bersaing dengan warga dunia lainnya seperti Jerman yang saya gambarkan di atas? Mampukah pengusaha-pengusaha kita bersaing secara terbuka dan tidak hanya bergantung pada proyek pemerintah? Sudah memadaikah kompetensi kita untuk menjawab dan memenangkan persaingan global?
* Bila Anda punya informasi menarik, kirimkan naskah dan fotonya serta identitas Anda ke email: redaksi@serambinews.com
Anda sedang membaca artikel tentang
Belajar dari Spirit Warga Jerman
Dengan url
http://acehnewinfo.blogspot.com/2012/12/belajar-dari-spirit-warga-jerman.html
Anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya
Belajar dari Spirit Warga Jerman
namun jangan lupa untuk meletakkan link
Belajar dari Spirit Warga Jerman
sebagai sumbernya
0 komentar:
Posting Komentar