BANDA ACEH - Sidang Paripurna Khusus DPRA yang mengesahkan komposisi pimpinan DPRA periode 2014-2019 sebanyak lima orang masih saja memunculkan ragam tanggapan. Aktivis Gerakan Antikorupsi (GeRAK) Aceh dan Pusat Analisis Kajian dan Advokasi Rakyat (Pakar) Aceh mengingatkan DPRA tidak memaksakan kehendak politik yang berpotensi menimbulkan masalah.
Seperti diberitakan, meski sudah ada klarifikasi dan verifikasi Mendagri yang tidak menyetujui usulan pimpinan DPRA sebanyak lima orang, tetapi pihak DPRA sepertinya tak ambil pusing. Buktinya, pada sidang paripurna khusus, Jumat (5/12) malam, DPRA tetap mengesahkan lima pimpinan yang terdiri atas satu ketua dan empat wakil ketua.
Dalam surat klarifikasi dan verifikasi Mendagri terhadap isi tatib anggota DPRA yang diterbitkan pada 2 Desember ditujukan kepada Pimpinan Sementara DPRA, secara tegas Mendagri meminta isi Pasal 59 ayat 1) itu diubah menjadi empat orang, yaitu satu ketua dan tiga wakil ketua.
Menanggapi polemik tersebut, GeRAK Aceh dan Pusat Analisis Kajian dan Advokasi Rakyat (Pakar) Aceh menilai pengesahan lima pimpinan DPRA periode 2014-2019 sebanyak lima orang mengangkangi Undang-Undang (UU) tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3) dan terkesan terlalu dipaksakan dengan mengabaikan kepentingan rakyat.
Koordinator GeRAK Aceh, Askhalani kepada Serambi, Sabtu (6/12) mengatakan, jika DPRA tetap menggunakan argumen Pasal 22 dan 30 UUPA terkait kewenangan penyusunan alat kelengkapan dewan (ADK), maka pasal tersebut perlu diuji ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Sebab, kata Askhalani, dalam pasal itu tidak mengatur tentang penambahan komposisi pimpinan dewan. "Jika dalam UUPA tidak diatur tentang itu, maka wajib mengacu pada aturan lain, yaitu Undang-Undang MD3," katanya.
GeRAK Aceh juga mengingatkan DPRA tidak terlalu memaksakan kehendak politik untuk mengesahkan komposisi lima pimpinan. Jika tetap dipaksakan, maka seluruh tahapan yang disahkan dewan bersifat illegal. "Ini soal legal formal dan itu ada aturan yang mengatur. Apabila tetap disahkan lima pimpinan, maka yang muncul adalah kehendak politik untuk bagi-bagi kursi, bukan kepentingan rakyat," sebut dia.
Selain itu, lanjut Askhalani, kalau tetap dipertahankan komposisi lima pimpinan dewan, maka setiap pengeluaran daerah seperti gaji, tunjangan dewan, dan lain-lain akan menjadi temuan pihak auditor. "Ujung-ujungnya akan menimbulkan potensi korupsi," pungkas Askhalani.
Direktur Pakar Aceh, Muhammad Khaidir SH menambahkan, munculnya persoalan terkait komposisi pimpinan dewan berdampak pada molornya penetapan pimpinan definitif, terlambatnya pembentukan ADK yang berlanjut pada molornya pengesahan APBA 2015. Padahal, DPRA mempunyai tugas lainnya yang harus diperjuangkan seperti pengelolaan dana otonomi khusus dan tambahan dana bagi hasil minyak dan gas bumi secara komprehensif.
Selain itu, kata Muhammad Khaidir, dewan juga belum membuka ruang yang cukup bagi elemen sipil untuk berpartisipasi dalam penyusunan perencanaan dan penganggaran Aceh. "Selama ini parlemen Aceh terjebak dengan dana aspirasi atau program aspirasi yang secara regulasi masih masuk kategori abu-abu," demikian Muhammad Khaidir.(mz)
Kunjungi juga :
www.serambinewstv.com | www.menatapaceh.com |
www.serambifm.com | www.prohaba.co |
Anda sedang membaca artikel tentang
DPRA jangan Paksa Kehendak
Dengan url
http://acehnewinfo.blogspot.com/2014/12/dpra-jangan-paksa-kehendak.html
Anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya
DPRA jangan Paksa Kehendak
namun jangan lupa untuk meletakkan link
sebagai sumbernya
0 komentar:
Posting Komentar