* GeRAK Minta BPKP Pusat Evaluasi BPKP Aceh
BANDA ACEH - Gerakan Antikorupsi (GeRAK) Aceh mencatat, sebanyak sembilan kasus dugaan tindak pidana korupsi (tipikor) yang ditangani pihak kepolisian dan kejaksaan di Aceh pada tahun 2014, tersendat pada proses audit. Koordinator GeRAK Aceh, Askhalani menilai keadaan ini terjadi karena lemahnya kinerja Badan Pengawasan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Aceh.
"GeRAK menilai keberadaan BPKP belum menjadi salah satu lembaga yang baik dalam mendukung percepatan penuntasan kasus korupsi di Aceh. Kinerja tim auditor yang lemah mengakibatkan BPKP sangat mudah dirasuki intervensi oleh pihak tertentu," kata Askhalani kepada Serambi, Jumat (29/8) lalu.
Namun, Humas BPKP Aceh, Sudiro yang dihubungi Serambi via telepon, Minggu (31/8), membantah pihaknya sengaja memperlambat proses audit perhitungan dugaan kerugian negara atas kasus tipikor selama 2014. Menurutnya, yang menjadi persoalan adalah hingga saaat ini pihaknya belum menerima dokumen dari penyidik untuk dilakukan audit kerugian negara.
Berdasarkan hasil monitoring dan cacatan GeRAK Aceh pada 2014, kata Askhalani, sedikitnya ada sembilan kasus korupsi yang proses audit perhitungan kerugian negara tidak tuntas dilakukan BPKP. "Mekanisme kerja dan tatacara prosedur penyelesaian hasil audit oleh BPKP sangat mengganggu penyelesaian penuntasan perkara korupsi di Aceh," ungkap Askhal.
Padahal, sambungnya, efektivitas penyelesaian perkara korupsi yang ditangani aparat hukum sangat bergantung pada hasil perhitungan yang dilakukan oleh BPKP. Dia memberi contoh, seperti potensi adanya permainan dalam penuntasan audit BPKP pada kasus korupsi di Dinas Pertanian Aceh. Padahal pihak Polresta Kota Banda Aceh telah merampungkan penyidikan dari awal tahun 2014. Tapi, sejak awal tahun hingga saat ini BPKP belum berhasil menuntaskan perhitungan audit kerugian kasus traktor tersebut.
"Kita menduga adanya kesengajaan terstruktur oleh tim audit BPKP untuk memperlambat penyelesaian kasus tersebut dan ditengerai memiliki konflik kepentingan dengan kasus yang ditangani oleh Polresta Kota Banda Aceh," kata dia.
GeRAK Aceh pun mendesak BPKP pusat untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap kinerja auditor BPKP Aceh. Dia berharap BPKP pusat membentuk tim khusus untuk melakukan kontrol terkait kinerja BPKP Aceh. "Hal ini sangat penting dilakukan terutama mempercepat penyelesaian perkara pidana dugaan korupsi yang ditangani oleh aparat penegak hukum," terangnya.
Selain itu, lanjut Askhal, pihaknya juga mendorong Kepala BPKP Aceh untuk merubah sistem kerja terhadap para auditor yang ditunjuk menghitung kerugian negara atas kasus yang sedang ditangani. "Termasuk koordinator tim auditor yang diduga selalu menjadi penyebab lambatnya penyelesaian kasus korupsi di Aceh yang ditangani oleh BPKP," tegas Askhalani dalam siaran persnya.
Humas BPKP Aceh, Sudiro yang dihubungi Serambi via telepon, Minggu (31/8) membantah jika pihaknya sengaja memperlambat proses audit perhitungan dugaan kerugian negara atas kasus tipikor selama 2014. Menurutnya, yang menjadi persoalan adalah hingga saaat ini BPKP belum menerima dokumen dari penyidik untuk dilakukan audit kerugian negara.
"Bapak tanya dulu ke penyidiknya, datanya sudah lengkap atau belum. Sebelum kita melakukan penugasan, dokumennya harus lengkap dulu diterima BPKP, baru keluar surat tugas," kata Sudiro menjawab Serambi.
Sudiro menilai GeRAK Aceh terlalu cepat menuding kinerja BPKP. Seharusnya, LSM anti korupsi tersebut bertanya dahulu bagaimana posisi kasus tersebut. Sudiro menduga, GeRAK hanya bertanya pada polisi secara sepihak tanpa mengkonfirmasi kembali pada BPKP.
"Bukan berarti penyidik sudah melakukan penyidikan satu atau dua tahun sudah ada hasilnya. Kalau dokumennya belum ada, bagaimana melakukan audit. Audit dilakukan berdasarkan dokumen yang diterima dari penyidik, kalau tidak ada dokumen tidak bisa," ujar dia.
Itu sebabnya, dia menyarankan GeRAK Aceh untuk menanyakan terlebih dahulu ke penyidik. "Apakah dokumennya sudah diserahkan apa belum? Apa baru sebatas meminta dilakukan audit?" katanya.
Sudiro menambahkan, setiap kasus yang diekpos di media bertujuan agar penyidik bisa melengkapi dokumen yang diminta BPKP untuk dihitung. Setelah dokumen diterima, baru pihaknya mengajukan surat tugas. "Kalau kita sudah kasih surat tugas, silahkan penyidiknya menunggu hasil. Kalau surat tugas belum ada, nggak bisa menunggu hasil," ucap Sudiro.
Dia mencontohkan, seperti kasus dugaan tipikor Alkes RSU Teuku Peukan Aceh Barat Daya yang baru diekspos beberapa waktu lalu. "Kalau Senin baru diekspos, dokumennya saja belum ada, masak di bilang BPKP memperlambat. Kan semuanya tergantung dokumen dari penyidik," katanya.
Dari sembilan kasus yang dilaporkan GeRAK Aceh, kata dia, belum satupun dokumen yang diperoleh pihaknya dari penyidik. Adapun dokumen yang dibutuhkan di antaranya dokumen penyediaan anggaran, dokumen kontrak, dokumen serah terima barang untuk mengetahui jumlah barang yang diterima (apakah sudah 100 persen atau belum), hingga keterangan saksi dan resume hasil penyidikan. "Jadi bukan setelah mengirim surat ke BPKP, terus (penyidik—red) menunggu," ungkap Sudiro.(m)
Kunjungi juga :
www.serambinewstv.com | www.menatapaceh.com |
www.serambifm.com | www.prohaba.co |
Anda sedang membaca artikel tentang
9 Kasus Tipikor 2014 Tersendat di Audit
Dengan url
http://acehnewinfo.blogspot.com/2014/09/9-kasus-tipikor-2014-tersendat-di-audit.html
Anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya
9 Kasus Tipikor 2014 Tersendat di Audit
namun jangan lupa untuk meletakkan link
9 Kasus Tipikor 2014 Tersendat di Audit
sebagai sumbernya
0 komentar:
Posting Komentar